Pages - Menu

Selasa, 22 November 2016

Kasus Pelanggaran Etika Bisnis

Etika Bisnis
Kasus Pelanggaran Etika Bisnis
Pungutan Liar Di Tanjung Perak

Nama  : Andi Gunawan
Npm   : 1B215230
Kelas  : 4 EA 33
Tugas : Softskill # ke 2


Latar Belakang
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.

Pada dasarnya sebuah etika bisnis ini digalakkan karena memiliki maksud dan tujuan tertentu dalam dunia bisnis. Adapun tujuan etika bisnis adalah untuk menjalankan dan menciptakan sebuah bisnis seadil mungkin serta menyesuaikan hukum yang sudah dibuat. Selain itu, juga dimaksudkan untuk menghilangkan ketergantungan pada sebuah kedudukan individu maupun perusahaan.

         Namun Pada Kenyataanya tidak semua bisnis menerapkan sebuah etika bisnis yang baik, banyak kasus yang terlihat maupun yang masih belum terungkap, menerangkan bahwa adanya kegiatan PUNGUTAN LIAR yang terjadi dalam kegiatan bisnis. 
         
          Saya mendapatkan sebuah infromasi dari Tempo.co, bahwa tempat transaksi terbesarnya dalam sebuah bisnis dipelabuhan Tanjung Perak. Kedapatan melakukan kegiatan ILEGAL yaitu pungutan liar, hal ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada salah satu Institusi yang terlibat. Dalam hal ini yang dirugikan bukan hanya negara, namun beberapa perusahaan yang melakukan bisnis melalui pelabuhan Justru merugi besar. Pasalnya pelabuhan yang menjadi sentral dalam melakukan transaksi bisnis justru menjadi ajang Yang kurang beritika dalam berbisnis.


Kasus Pelanggaran Pungutan Liar di Pelabuhan Tanjung Perak

        Jakarta - Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Orias Petrus Moedak menyatakan komitmennya untuk memerangi pungutan liar (pungli) di wilayahnya. Hal ini menyusul dugaan pungutan liar yang terjadi di salah satu terminal di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, yakni PT Terminal Petikemas Surabaya (PT TPS).

  Kasus yang ditangani gabungan Tim Sapu Bersih Pungli Bareskrim Mabes Polri beserta Polda Jawa Timur dan Satgas Dwelling Time Polres Pelabuhan Tanjung Perak itu bahkan menyeret bekas Direktur Operasional dan Pengembangan Bisnis, Rahmat Satria, sebagai tersangka.
"Saya akui, Pelindo III sedang diuji berat masalah saat ini," kata Orias kepada Tempo, Jumat, 11 November 2016.

       Meski begitu, Orias mengapresiasi karena terbongkarnya kasus pungli tersebut membawa seleksi alam bagi perusahaannya. "Yang masih tinggal ya (orang) yang baik-baik," tegasnya.

  Orias menjelaskan, Pelindo III mengedepankan tiga nilai, yakni fokus pada pekerjaan, perhatian pada customer, dan integritas. "Kalau tidak punya tiga hal ini terhadap perusahaan, ya harus pergi," ucap dia.

  Pria kelahiran Rote, Nusa Tenggara Timur itu mendorong pengguna jasa untuk melaporkan praktik pungli di pelabuhan. Perseroan membuka hotline pengaduan di 082336669999 atau melalui email laporgratifikasi@pelindo.co.id. 
"Kalau ada pungli di tempat kami, kirim ke nomor itu. Kalau perlu difoto, besok saya pastikan sudah tidak ada (mencopot orang yang mengambil pungli)," ujarnya.

  Kasus pungli di pelabuhan terbesar kedua di Indonesia itu mencuat setelah Tim Saber Pungli menangkap Direktur Utama PT Akara Multi Karya, Augusto Hutapea, dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di terminal Petikemas Surabaya, dua pekan lalu. Augusto menyebut, aliran uang pungli sampai kepada Rahmat Satria, yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT TPS periode 2013-2014.

        Menurut kepolisian, PT Akara ialah perusahaan topeng yang dibentuk anak perusahaan Pelindo III, PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS). Perusahaan itu berperan membuka dan menutup segel kontainer impor serta melakukan pemeriksaan karantina khususnya fumigasi. Satu kontainer dipungut biaya ilegal antara Rp 500 ribu sampai Rp 2 juta, agar lancar keluar dari pelabuhan.


Sumber – Sumber :

Kamis, 06 Oktober 2016

ETIKA BISNIS " PERAN SISTEM PENGATURAN , GOOD GOVERNANCE "



Disusun Oleh :

Andi Gunawan                               1B215230
Ade Damayanti                                10213129
Ericha Candra W                             12213922
Jimmy Moh I                                 14213649
Riyadi Heru N                                 17213853     
Syiva Fitria                                       18213777

Kelas : 4 EA 33
Mata Kuliah : Etika Bisnis #


PERAN SISTEM PENGATURAN , GOOD GOVERNANCE

Definisi Pengaturan

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Peraturan adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku; atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.


Dan menurut Lydia Harlina Martono, Peraturan merupakan pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat peraturan, manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit diatur. Jadi definisi dari peraturan adalah suatu perjanjian yang telah dibuat untuk kepentingan umum, tentang apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.


Karakteristik Good Governance

Menurut UNDP ( Dalam LAN dan BPKP, 200:7), Karakteristik good governance adalah sebagai berikut :

1.      Participation
Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.

2.      Rule Of Law
Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia.

3.      Transparency (Transparan)
Yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi

4.      Responsiveness
setiap lembaga dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus mencoba melayani setiap stakeholders.

5.      Consensus orientation

Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan – kebijakan maupun prosedur.

6.      Equity
Semua warga Negara mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.

7.      Efektifeness and efficiency
Proses – proses dan lembaga – lembaga menghasilkan produknya sesuai dengan yang telah digariskan, dengan menggunakan sumber – sumber yang tersedia sebaik mungkin.

1.      Accountability
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sector swasta dan masyarakat (civil society), bertanggung jawab kepada public dan lembaga – lembaga stakeholder.
Kedelapan karakteristik good governance yang dapat dianalogkan juga harus menjadi karakteristik setiap pemerintahan daerah. Ini diperlukan dalam penyelengaraan otonomi daerah berdasarkan UU Nomer 22 Tahun 1999. Semua ini satu sama lain saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri.


Comission Of Human (Hak Asasi Manusia / HAM )

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan  Amerika Serikat  (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.

Dalam teori perjanjian bernegara, adanya Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis. Pactum Unionis adalah perjanjian antara individu-individu atau kelompok-kelompok masyarakat membentuik suatu negara, sedangkan pactum unionis adalah perjanjian antara warga negara dengan penguasa yang dipiliah di antara warga negara tersebut (Pactum Unionis). Thomas Hobbes mengakui adanya Pactum Subjectionis saja. John Lock mengakui adanya Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis dan JJ Roessaeu mengakui adanya Pactum Unionis. Ke-tiga paham ini berpenbdapat demikian. Namun pada intinya teori perjanjian ini meng-amanahkan adanya perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang harus dijamin oleh penguasa, bentuk jaminan itu mustilah tertuang dalam konstitusi (Perjanjian Bernegara).

Dalam kaitannya dengan itu, HAM adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana karena ia adalah seorang manusia. , misal, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi Perancis. HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia.

Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestik. Malahan, peran komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri. 

Contoh pelanggaran HAM:
·         Penindasan dan merampas hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang.
·         Menghambat dan membatasi kebebasan pers, pendapat dan berkumpul bagi hak rakyat dan oposisi.
·         Hukum (aturan dan/atau UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
·         Manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai dengan keinginan penguasa dan partai tiran/otoriter tanpa diikut/dihadir rakyat dan oposisi.
·         Penegak hukum dan/atau petugas keamanan melakukan kekerasan/anarkis terhadap rakyat dan oposisi di manapun.

Hubungan antara Commission of Human dengan Etika Bisnis

Adapun hubungan antara Commission of Human dengan Etika Bisnis antara lain :
v  
      Mengenai keadilan yang menjadi sebuah hak bagi setiap pelaku bisnis baik dalam sisi individu maupun perusahaan. Dimana keadilan merupakan hak yang mutlak bagi setiap individu maupun perusahaan dalam kegiatan berbisnis.
v     
      HAM sebagai dasar pembuatan keputusan perjanjian maupun peraturan yang ada pada kegiatan bisnis, karena etika harus dapat memerhatikan HAM.
v  
      Etika bisnis berlandaskan atas Commission of Human demi kelancaran berbisnis agar tidak terdapat pelanggaran HAM ketika menjalankan suatu kegiatan bisnis.


Jadi hubungan antara Commission of Human dengan etika bisnis lebih memfokuskan bahwa HAM menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan pada etika bisnis agar tidak terjadi pelanggaran HAM saat menjalankan kegiatan bisnis atau usaha.





Refferensi dan Sumber :
1.      Nogi, Hessel S. Tangkilisan. 2007. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo